Melindungi Anak dari Pornografi

Oleh : Sulaiman Zuhdi Manik

Undang-undang No. 44 tahun 2008 menyebutkan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Data pengguna internet Indonesia tahun 2006-2010 versi IDC, PT Telkom, dan Nokia Siemens Network adalah; tahun 2006 mencapai 20 juta, selanjutnya menjadi 25 juta tahun 2007, 31 juta (2008), 40,4 juta (2009), serta 48,7 juta akhir tahun 2010. Angka ini sejalan dengan pengguna Facebook dan Twitter di Indonesia yang sangat banyak (http://www. sharingvision.biz/tag/jumlah-pengguna-internet-di-indonesia).

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) semester I tahun 2007 menyebutkan sekitar 42% pengguna mengakses internet melalui warung internet warnet). Sementara data PT. Telkom tahun 2007; sebanyak 40% pengguna internet mengakses dari warnet. Indonesia sendiri menargetkan setengah penduduknya pada tahun 2015 telah mengakses internet, sesuai misi World Summit on the Information Society (WSIS). http://www. detikinet.com/read/2010/06/09/ 121652/1374756/398/pengguna-internet-indonesia-capai-45-juta)

Sementara kepemilikan PC di Indonesia sebanyak enam juta unit dengan pertumbuhan pasar 100-300 ribu unit per tahun. Sedangkan sambungan telepon tetap adalah 8,15 juta satuan sambungan telepon (SST) dengan pertumbuhan kurang dari 1% per tahun. Disebutkan, sebanyak 40-60% akses internet bagi masyarakat Indonesia dilayani oleh warnet.

Sekarang, di kecamatan, fasilitas warnet telah tersedia. Di kota-kota besar; di gang-gang senggol sekalipun telah terdapat warnet dengan berbagai fasilitas dan tarif. Warnet tersebut ada yang melayani pelanggan 24 jam dengan tarif paket khusus dan tarif member. Fasilitas-fasilitas umum hingga warung-warung kopi dan kafe pun banyak telah dilengkapi akses internet free.

Demikian juga laptop, harga yang semakin murah menyebabkannya telah merakyat. Anak-anak sekolahpun telah banyak memilikinya. Berbagai modem dan kartu prabayar serta pascabayar juga berlomba menawarkan paket murah-meriah. Terakhir, teknologi telepon genggam dari harga mahal hingga murah telah menghantarkan internet pada genggaman setiap orang.

Ancaman pada Anak


Anak, seseorang berusia dibawah 18 tahun, salah satu kelompok pengguna internet, di warnet, di rumah, ruang publik atau telepon genggam. Akses anak terhadap internet dalam konteks pendidikan dan keterampilan adalah keniscayaan. Pada aspek lain, internet menjadi ancaman bagi pendidikan, keselamatan, harga diri dan moral anak, ketika konten pornografi, pornoaksi, perjudian, obat-obatan terlarang, phising, malware atau situs yang mengandung SARA mudah diakses anak. Satu study mengungkapkan, usia rata-rata anak mulai mengenal pornografi saat ini ialah 8 tahun. Sebelum booming internet, anak mengenalnya lewat media print pada usia 11-13 tahun. Sementara itu, Asosiasi Warung Internet (AWARI) pernah mengakui, warnet terutama yang bukan anggota AWARI, masih ada yang memperbolehkan akses ke situs-situs memuat konten negatif.

Di situs-situs jejaring sosial maupun email group sexting banyak ditemukan baik menggunakan nama asli maupun samaran. Foto-foto, video atau tautan video tersebut banyak bersifat terbuka. Beberapa orang bahkan mencantumkan nomor kontak di profilnya. Jejaring sosial juga telah menjadi media transaksi, penipuan dan iming-iming kasus trafiking untuk tujuan seksual (human trafficking), pelecehan, penghinaan dan perbuatan lain yang merendahkan harga diri dan martabat anak (cyber bully).

Seiring trend jejaring sosial, blog atau mailing list, kasus-kasus sexting juga menunjukkan gejala mengkhawatirkan. Sexting atau sex dan texting yaitu mengambil foto atau video bugil dengan menggunakan kamera ponsel lalu menyebarkannya melalui teknologi internet, seperti melampirkan di dalam email atau menjadikan sebagai profil atau di galeri dalam situs jejaring sosial misalnya situs-situs: Myspace, Facebook, Multiply, Friendster, Hi5, dan lain-lain (Peri Umar Farouk, 2009). Data Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010 menyebutkan berbagai kasus penculikan dengan kondisi korban sebelumnya berkomunikasi melalui jejaring sosial dengan pelaku.

Di dunia maya, video, cerita, gambar porno atau kartun porno melibatkan anak atau orang dewasa mudah diakses. Karena sifatnya yang no boundaries, melalui search engine, akses ke situs-situs yang berbasis di Indonesia maupun luar negeri, blog, hingga jejaring sosial negatif mudah diperoleh secara gratis atau dengan cara bergabung kedalam group tersebut. Satu contoh di Banda Aceh, Maret 2010, dari 27 telepon genggam anak sekolah yang disita pihak sekolah, semua menyimpan video porno. Di kota-kota lain, kasus seperti ini juga terjadi. Malah, seorang anggota dewan yang terhormat sekalipun ternyata memiliki simpanan video porno untuk ditonton pada saat jenuh mengikuti sidang.

Survei Cosmogirl.com (2008) dari 1.280 remaja laki-laki dan perempuan menyebutkan sebanyak 20% remaja (13-19 tahun) pernah mengirimkan foto-foto porno atau semi porno diri mereka secara elektronik dan 39% pernah mengirimkan SMS-SMS bernada seks/porno. Sementara data pertemuan konselor remaja Yayasan Kita dan Buah Hati (2008); dari 1.625 siswa kelas 4-6 SD di Jabodetabek, sebanyak 66% menyatakan pernah menyaksikan pornografi melalui berbagai media seperti komik, games, situs porno, film, VCD dan DVD, handphone serta majalah dan koran. Alasan mereka menyaksikan pornografi tersebut seperti karena iseng, terbawa teman dan takut dibilang kuper. Adapun tempat mereka menyaksikan yaitu di rumah atau kamar pribadi, rumah teman, warnet dan rental. Satu study LSM (2007) menyebutkan 90 % akses internet berbau pornografi dilakukan anak saat mereka sedang mengerjakan tugas sekolah atau belajar bersama.

Menurut Peri Umar Farouk (2009), tahun 2009, sedikitnya 700 mini video porno asli remaja Indonesia dan ribuan gambar beredar di ruang maya. Data lain menyebutkan, jumlah laman internet pornografi anak terus bertambah. Disebutkan, sekitar 200 gambar memuat pornografi anak diedarkan setiap hari. Diperkirakan, sekitar 12% situs di dunia ini mengandung pornografi. Setiap harinya 266 situs porno baru muncul dan diperkirakan ada 372 juta halaman website pornografi. Disebutkan juga, 25% yang dicari melalui search engine adalah pornografi. Sebanyak 35% dari data yang diunduh dari internet adalah pornografi. Setiap detiknya, 28.258 pengguna internet melihat pornografi dan setiap detiknya $89.00 dihabiskan untuk pornografi di internet (www .korananakindonesia. wordpress.com).

Ketentuan Perlindungan Anak

Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of children, child prostitution and child pornography yang ditandatangani Indonesia pada 24 September 2001 mendefenisikan pornografi anak adalah; "setiap representasi, dengan sarana apapun, yang melibatkan anak secara eksplisit dalam kegiatan seksual baik secara nyata maupun disimulasikan, atau setiap representasi dari organ-organ seksual anak untuk tujuan seksual". Protokol opsi ini menyatakan zero tolerance untuk pornografi anak. Pembuatan, penyebaran sampai kepemilikan pornografi anak dianggap sebagai kejahatan

Pasal 4 Undang-undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi menyatakan setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat pornografi anak. Dalam pasal 15 disebutkan kewajiban setiap orang untuk melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Undang-undang No. 1 tahun 2000 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak menyatakan; pelibatan anak dalam pornografi sebagai salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan tanggungjawab pemerintah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 25 Oktober 2010 juga telah menandatangani nota kesepahaman tentang Pemberdayaan Perempuan dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak dengan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Salah satu ruang lingkup nota kesepahaman ini adalah promosi, sosialisasi, pelatihan, dan pemantauan penggunaan Internet Sehat dan Aman, termasuk untuk anak.

Bahaya Pornografi Bagi Anak

Konvensi Hak Anak menyatakan, anak secara fisik dan mental belum matang. Mereka belum memiliki filter yang baik untuk menentukan mana yang layak dan tidak layak untuk mereka. Anak juga adalah seseorang peniru paling besar. Para ahli di bidang kejahatan seksual terhadap anak menyatakan, aktifitas seksual pada anak umumnya dipicu pengalaman dan apa yang mereka lihat.

Dr Donald L. Hilton Jr, MD, dokter ahli bedah saraf Amerika Serikat dalam satu seminar di Jakarta (2010) menyatakan, pornografi lebih berbahaya dari pada kecanduan narkoba. Jika narkoba merusak tiga bagian otak, maka kecanduan pornografi akan merusak lima bagian otak yaitu Lobus Frontal, Gyrus Insula, Nucleus Accumbens Putamen, Cingulated, dan Cerebellum. Menurutnya, kecanduan pornografi akan mengakibatkan otak bagian tengah depan; Ventral Tegmental Area (VTA) secara fisik mengecil. Penyusutan jaringan otak yang memproduksi dopamine, bahan kimia pemicu rasa senang, menyebabkan kekacauan kerja neurotransmiter; zat kimia otak yang berfungsi sebagai pengirim pesan. Pornografi akan menyebabkan perubahan konstan pada neorotransmiter dan melemahkan fungsi kontrol, sehingga secara berantai akan mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol perilakunya, berkurangnya rasa tanggung jawab bahkan mengalami gangguan memori. Keadaan tersebut terjadi bertahap yang ditandai tindakan impulsif, ekskalasi kecanduan, desensitifisasi hingga penurunan perilaku. Berikutnya, penurunan perilaku tersebut potensial menjurus kepada depresi. Disebutkan, anak-anak yang biasa menyaksikan pornografi, pada saat dewasa mereka akan cenderung memandang perempuan sebagai objek seksual. Bila kondisi sosialnya kurang harmonis, anak tersebut berpotensi melakukan kekerasan seksual dan phedophilia.

Dr Mark B. Kastlemaan, Kepala Edukasi & Training Officer for Candeo USA, mengatakan, pornografi adalah narkoba lewat mata. Gambar-gambar porno akan membuat mereka tidak mampu membuat perencanaan, mengambil keputusan dan mengendalikan hawa nafsu serta emosi. Padahal otak adalah pengendali impuls. Pada kasus lain, kerusakan ini memungkinkan anak dan remaja melakukan incest.

Akhirnya, mengutip Randy Hyde, PhD, orang tua, keluarga dan lingkungan merupakan terapis terbaik untuk belajar, tumbuh dan meraih potensi tertinggi seseorang. Karakter baik akan menghasilkan perilaku yang baik, sebaliknya karakter buruk akan menghasilkan perilaku buruk pula.***

Artikel ini dimuat di Harian Analisa, Sabtu 30 April 2011
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=93990:melindungi-anak-dari-pornografi&catid=78:umum&Itemid=131