DUKA TANGSE






Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, Kamis, 10 Maret 2011. Lepas Maghrib, suasana gelap dan sunyi berubah duka; air bah menerjang 11 desa. Timbunan lumpur, batu dan kayu-kayu log yang dibawa air dari gunung mencari jalannya; merusak rumah, sekolah, jembatan, jalan dan lahan pertanian. 11 orang dinyatakan meninggal, ratusan rumah hancur dan ribuan penduduk harus mengungsi.

Murka alam kembali memperingatkan kita. Tangse adalah potret khianat kita pada lestari alam. Tangse, tempat durian dan beras super nikmat itu berasal, semoga menjadi cemeti untuk kita berlaku adil pada alam. Duka Tangse kiranya melecut kita melestarikan alam, untuk menjadi tempat terbaik bagi perempuan dan anak-anak.

DUKA TANGSE

Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, Kamis, 10 Maret 2011. Lepas Maghrib, suasana gelap dan sunyi berubah duka; air bah menerjang 11 desa. Timbunan lumpur, batu dan kayu-kayu log yang dibawa air dari gunung mencari jalannya; merusak rumah, sekolah, jembatan, jalan dan lahan pertanian. 11 orang dinyatakan meninggal, ratusan rumah hancur dan ribuan penduduk harus mengungsi.

Murka alam kembali memperingatkan kita. Tangse adalah potret khianat kita pada lestari alam. Tangse, tempat durian dan beras super nikmat itu berasal, semoga menjadi cemeti untuk kita berlaku adil pada alam. Duka Tangse kiranya melecut kita melestarikan alam, untuk menjadi tempat terbaik bagi perempuan dan anak-anak.

MK: Usia Anak Dapat Dipidana Minimal 12 Tahun

koranbogor.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun. Sebelum putusan ini, anak yang berusia 8 tahun hingga 18 tahun diberikan tanggungjawab pidana sesuai dengan UU No 3/1997 Tentang Pengadilan Anak.

“Menyatakan frase 8 tahun dalam pasal 1 angka 1, pasal 4 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1 UU No 37/1997 tentang Pengadilan Anak bertentangan dengan UUD 1945,” kata ketua majelis hakim konstitusi Mahfud MD.

Hal ini diumumkan Mahfud ketika dalam sidang uji materi di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, (24/2/2011).

Dalam amar pertimbanganya, mahkamah menilai perlu menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang. Bahwa penetapan usia maksimal 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak telah diterima dalam praktik sebagiannegara-negara.

Pertimbangan lainnya yaitu umur 12 tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental dan intelektual yang stabil.

“Serta sesuai dengan psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Sehingga dapat bertanggungjawab secara hukum karena telah mengetahui hak dan kewajibannya,” tandas Mahfud.
“Berdasarkan pandangan hukum diatas, MK berpendapat batas umur 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat 2 UUD 1945,” terang Mahfud.

MK sebagai the interpreter of constitution maka penghapusan usia 8 tahun dapat dilaksanakan jika batas minimum yang ditentukan oleh makhkamah yakni 12 tahun. “Menyatakan permohonan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai 12 tahun,” tegas Mahfud.

Seperti diketahui, judicial review ini di mohonkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan (YPKPAM). Mereka memohon MK untuk menghapuskan frase kata dalam UU No 3/1997 Tentang Pengadilan Anak.

Pemohon minta penghapusan sepanjang frase Pasal 1 butir 2 “maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”. Pasal 4 ayat 1, sepanjang frase” sekurang-kurangnya 8 tahun”. Pasal 5 ayait 1 sepanjang frase, “belum mencapai umur 8 tahun. Pasal 23 ayat 2 huruf a sepanjang frase, ” pidana penjara,” dan pasal 31 ayat 1 sepanjang frase “di lembaga pemasyarakatan anak”.