Akibat dari Pernikahan Dini

Oleh: Murniati, Forum Anak Aceh Besar
Pelajar SMA I Kota Jantho, Aceh Besar

Sebuah pasangan akan tetap hidup sejahtera dalam rumah tangga,apabila disertai dengan cinta, kasih sayang, dan kesetetiaan satu sama lain. Akan tetapi, jaman sekarang jarang kita dapatkan pasangan yang harmonis,saling menyanyangi,saling mencintai,bahkan saling menerima susah ataupun senang bersama-sama. Hal ini kita lihat dari segi pasangan yang seharusnya masih duduk di bangku pendidikan, tapi kenyataannya sudah mangarungi bahtera pernikahan. Pernikahan yang sangat rentan terjadinya perceraian adalah pasangan yang diusia dini sudah menikah.

Ironisnya, pernikahan ini terjadi akibat hamil di luar nikah. Contoh, seperti peristiwa yang dialami oleh sebut saja Bunga (nama samaran), berusia 13 tahun, tinggal di Aceh Timur, pernikahannya terjadi beberapa minggu sebelum mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN). Akhirnya bunga tidak tamat sekolah, sungguh malang nasibnya. Peristiwa ini terjadi pada beberap tahun yang lalu.

Bunga adalah satu-satunya anak yang menjadi harapan orang tuanya. Orang tuanya memberi kebebasan padanya, Tapi sayang, ia salah mengartikan kebebasan yang diberikan orang tuanya itu. Kini apa yang bisa diperbuat semua sudah terlambat. Ia sudah mengadung selama 4 bulan dengan sangat terpaksa orangtuanya menikahkan dia dengan orang yang menghamilinya. Ternyata umur rumah tangganya yang dirasakan harmonis hanya satu tahun, setelah itu suaminya yang masih belia manjalin kasih lagi dengan seorang gadis yang masih seusia dengan istrinya. Sang suami sudah tidak pernah bertanggung jawab lagi terhadap anak dan istrinya, ia sering pulang larut malam,dan juga sudah tidak pernah bekerja mencari nafkah lagi unutk keluarganya.

Apabila Bunga mengingatkan suaminya, salalu saja terjadi pertengkaran. Bunga tak sanggup lagi menahan beban rumah tanggnya yang bagitu menyakitkan, semua janji manis terkubur dalam-dalam, malahan kini berubah menjadi benci. Bahkan, tak jarang terjadi kekerasan terhadapnya, ia sering di maki-maki dan juga disuruh pulang oleh suami ke rumah orang tunya. Jika sudah begini apa yang bisa diperbuatnya, ia hanya bisa menangis dan menyesali perbuatannya.

Akhirnya mereka berpisah,, dan kini ia hanya duduk melihat kawan yang seperjuangannya dulu pulang sekolah dengan mamakai seragam sekolah SMA. Sekarang janda beranak satu ini sangat terpukul dengan perkawinannya dengan orang yang dicintainya, ia sungguh trauma dengan peristiwa yang dialaminya ini.
Di Aceh masih banyak orang tidak mengerti apa arti kekerasan. Beragam kekerasan bisa terjadi, misalnya pencabulan, sodomi, ada juga kekerasan fisik seperti pemukulan, penamparan, dan sebagainya. begitu kejamnya laki-laki terhadap perempuan. Hal yang demikian menjadi tanda tanya besar bagi kita semua.

Barang kali bukan hanya kekerasan yang ada di daerah kita terjadi, mungkin banyak di daerah lain yang tidak kita lihat dan ketehui. Contoh lain kekerasan terhadap perempuan sebagai isteri atau dapat kita sebut peristiwa KDRT (diatur oleh UU No.23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga/KDRT) adalah seorang Model cantik Manohara yang kita lihat lewat televisi dan kita baca lewat Koran dan Majalah. Betapa kejamnya perlakuan sang suami terhadap istrinya itu. Bukan hanya badannya yang tersakiti, akan tetapi hati dan jiwanya bagaikan tertimpa beban yang begitu berat. Mungkin saja itu adalah cobaan dari Yang Maha Kuasa, tapi, haruskah cobaan yang berupa itu di terimanya. Manohara cerita lain dari efek pernikahan dini.
Peristiwa yang terjadi pada Model cantik Manohara dapat manjadi pelajaran besar kepada ibu-ibu yang lainnya. Bahwa seorang anak itu tidak ada jaminan kebahagiaan walaupun ia dinikahkan dengan keluarga kerajaan manapun atau konglomerat manapun. Apalagi bagi mereka yang belum tahu apa arti sesungguhnya pernikahan itu. Kita semua harus berhati-hati dalam menjalani hidup ini,supaya kita tidak di paksakan oleh keadaan.

Akhirnya, kepada para orang tua mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak/ pernikahan dini, sebab kewajiban ini merupakan kewajiban yang diamanahkan oleh UU Perlindungan Anak pada Pasal 26 ayat (1) huruf c. Semoga peristiwa-peristiwa yang penulis sebut diatas adalah peristiwa terakhir dari perkawinan pada usia anak atau lebih dikenal dengan istilah pernikahan dini.

Pengalaman Anak Perempuan Mengkampanyekan Anti Kekerasan terhadap Anak Perempuan di Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh


Pengalaman Anak Perempuan
Mengkampanyekan Anti Kekerasan terhadap Anak Perempuan di Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh

Forum Anak Aceh Besar (FAAB) atas dukungan OXFAM GB, tahun 2008 melaksanakan kegiatan dengan judul program: Peningkatan Peran Anak dalam Mengkampanyekan Anti Kekerasan terhadap Anak Perempuan di Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam

Kegiatan ini bertujuan (a) meningkatkan peran anak-anak khususnya anak perempuan dalam mengkampanyekan kesetaraan, non diskriminasi dan perlindungan perempuan dari berbagai bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual atau kekerasan ekonomi dan kekerasan yang berasal dari budaya atau tradisi masyarakat, (b) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak tentang keseteraan dan prinsip non diskriminasi sehingga anak-anak perempuan khususnya tidak merasa rendah diri dan selalu termotivasi untuk maju mencapai cita-citanya agar antara laki-laki dan perempuan tidak terjadi kesenjangan di dalam keluarga maupun masyarakat seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan peranan dan fungsi-fungsi dalam pekerjaan atau dalam kehidupan masyarakat, dan (c) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak tentang hak-haknya sebagai anak dan hak-hak sebagai perempuan agar mereka dapat melindungi dirinya dari segala bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual atau kekerasan ekonomi dan kekerasan yang berasal dari budaya atau tradisi masyarakat

Peranan Perempuan
Anak-anak perempuan sebagai pihak paling menentukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta penyusunan pelaporan kegiatan ini, karena proyek ini memang dirancang oleh dan untuk anak perempuan. Namun dalam pelaksanaannya, peran laki-laki sangat penting dalam mencegah dan menghapuskan kekerasan terhadap anak perempuan. Apalagi pada masa remaja, laki-laki menjadi pihak yang paling sering melakukan kekerasan misalnya dalam pacaran, dalam pergaulan sehari-hari maupun di masyarakat umum.

Impak bagi anak perempuan selain bagi anak-anak forum sebagai pelaksana, bagi penerima manfaat kegiatan ini memberikan dampak positif dimana mereka memperoleh informasi mengenai perlindungan anak perempuan dari kekerasan. Sesuatu yang selama ini jarang diperoleh. Kemudian meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap perlindungan anak perempuan dari kekerasan melalui berbagai kampanye dan outbond yang dilakukan.

Pengalaman sebagai anak perempuan
Ada banyak pengalaman kami peroleh selama melaksanakan kegiatan ini. Pengalaman paling berkesan dan paling banyak dirasakan teman-teman adalah ketika kami yang masih anak-anak diremehkan oleh kepala desa atau masyarakat. Inilah memang banyak terjadi, anak-anak dianggap tidak tahu apa-apa. Anak-anak dianggap hanya patuh kepada orang dewasa. Sehingga ketika anak-anak berbuat, diremehkan. Pengalaman pahit ini kenyataannya tidak membuat semangat kami berkurang karena kami tahu dalam hak-hak anak harus ada partisipasi dan melaksanakan partisipasi anak itu menjadi sesuatu yang sangat sulit dalam keluarga apalagi dalam pemerintahan. Untuk itu pulalah kami berjuang.

Pengalaman kedua pada diri kami sendiri. Pada awal terlibat dalam kegiatan, kami menjadi sadar bahwa kami sendiri ternyata telah sering mengalami kekerasan di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Kejadian paling sering adalah di sekolah yang dilakukan guru. Akan tetapi ketika kemudian guru-guru tahu kegiatan yang kami lakukan guru dengan sendirinya mulai berkurang kekejamannya di sekolah karena kami mengatakan (waktu ditanya guru) apa-apa saja bentuk kekerasan dan bagaimana kalau ada yang melakukan kekerasan. Misalnya kami katakan, kalau ada anak mengalami kekerasan di sekolah ataupun di rumah dapat dilaporkan ke Polisi dan itu perbuatan melanggar hukum, misalnya melanggaran undang-undang perlindungan anak atau melanggara undang-undang KDRT kalau kejadiannya di rumah

Ini pengalaman paling menarik, ketika kami sadar bahwa kami mengalami kekerasan kemudian kami menjadi orang yang mengkampanyekan penghapusan kekerasan kepada teman-teman maupun kepada masyarakat. Bagi kami sendiri, orang tua juga menjadi lebih melindungi di rumah, guru lebih baik di sekolah dan masyarakatpun tahu kalau sekarang ini anak-anak sudah tahu hak-haknya.

Pengalaman ketiga. Dialami beberapa teman pada awal-awal kegiatan. Beberapa orang tua mengatakan sejak aktif di kegiatan ini jam belajar berkurang. Beberapa teman juga diingatkan guru untuk mengutamakan belajar di sekolah. Lalu kami diskusi sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa kegiatan seperti ini justru sangat bermanfaat untuk melatih diri tentang berorganisasi, melatih dan membiasakan seseorang mengemukakan pendapat, melatih berfikir kritis terhadap lingkungan sekitar, membuat kita lebih peduli kepada sesama, belajar tentang kepemimpinan, tentang hak-hak anak, hak perempuan, diskriminasi berbasis gender dan berbagai pelajaran yang tidak kami peroleh di sekolah.

Ketika film yang kami produksi di putar di sekolah atau di rumah dan ditonton oleh guru atau keluarga mereka menjadi kagum dan percaya terhadap kemampuan kami. Orang tua yang tadinya agak melarang menjadi bersemangat. Bahkan ada orang tua menanyakan, agar anaknya ikut anggota Forum Anak. Katanya dari pada keluyuran ke sana kemari. Intinya kami katakan, belajar di sekolah itu sangat penting tapi belajar di luar sekolah dengan kegiatan seperti ini juga sangat penting.

Pengalaman yang menarik dan sekaligus lucu ketika kami dikatakan sebagai intelijen oleh beberapa orang masyarakat ketika turun ke desa atau ngobrol dengan teman-teman. Kata mereka kalau ada kasus kekerasan terhadap anak perempuan nanti ada yang melaporkan, karena sekarang ini sudah banyak anak-anak perempuan intelijen yang selalu mencatat dan menanyakan kasus kekerasan terhadap anak perempuan. Padahal kami sedang melakukan perlindungan terhadap anak-anak perempuan

Pelajaran penting
Peran anak-anak perempuan masih sangat kurang dalam mengkampanyekan perlindungan anak perempuan dari kekerasan. Ketika kami diremehkan, adalah bukti bahwa suara anak-anak masih belum di dengarkan. Partisipasi anak-anak harus lebih ditingkatkan lagi sehingga anak-anak itu sendiri sadar akan perlindungan dirinya. Anak-anak tahu apa saja bentuk kekerasan, bagaimana sikap dan tindakan yang dilakukan ketika ada ancaman kekerasan atau ketika mengalami kekerasan serta apa yang harus dilakukan sebagai anggota masyarakat jika melihat atau mendengar ada kasus kekerasan, misalnya melapor ke polisi, menyimpan alat bukti, mencari saksi-saksi atau kita sendiri yang menjadi saksi korban.

Pelajaran penting lain, anak-anak pada dasarnya mampu walaupun harus tetap ada pendamping. Anak-anak juga memiliki kelebihan ketika target penerima manfaatnya adalah anak-anak atau remaja, karena komunikasi anak-anak berbeda dengan orang dewasa sehingga pesan yang ingin disampaikan lebih mengena jika disampaikan oleh orang yang sebanya atau yang sudah dikenal. Oleh sebab itu kami menyampaikan pesan bahwa “jangan pernah meremehkan anak”, orang dewasa itu sendiri yang tidak percaya kepada anak-anak.

Ketiga, kesadaran dan perlindungan dari kekerasan harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu untuk kemudian kepada keluarga dan masyarakat. Jadi, kalau kita menginginkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, maka kita dapat memulai dari anak-anak. Jika semua anak-anak sudah sadar hak-haknya dan tahu melindungi dirinya maka kekerasan itu lama-kelamaan akan berkurang

Menggalang dana dan dukungan untuk kepentingan terbaik bagi anak

OLEH : IRFAN SIDDIQ
Ketua Forum Anak Aceh Besar (FAAB), Nanggroe Aceh Darussalam

Pengantar
Saya, Irfan Siddiq, anak yang lahir di satu desa di Kabupaten Aceh Besar. Konflik bersenjata di Aceh yang berakhir dengan MoU antara RI-GAM tahun 2005 lalu merupakan akhir dari penderitaan kami. Suasana Aceh dengan konflik bersenjata justru pada masa saya tumbuh dan berkembang. Harus diakui dampak konflik bersenjata saat itu, sangat mempengaruhi tumbuh-kembang saya. Anak-anak tidak bebas bermain. Keluar rumah terutama malam hari dilarang atau takut. Siang hari, aktifitaspun sering dibatasi. Kadang sekolah harus libur karena ada kontak senjata atau guru tidak datang, atau ada hal-hal lain yang tidak kami mengerti, hingga hari itu saya dan teman-teman tidak sekolah.

Sekarang Aceh sudah aman. Anak-anak walaupun dimasa kecilnya mengalami situasi yang menakutkan kini sudah bebas melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya berorganisasi. Forum Anak Aceh Besar, merupakan salah satu organisasi anak yang aktif dan banyak melakukan kegiatan untuk membela kepentingan terbaik bagi anak.

Terpilih sebagai Ketua Forum Anak Aceh Besar
Didikan keluarga, lingkungan desa dengan berbagai tradisi dan adat-istiadatnya merupakan nilai-nilai yang menjadi bekal dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan saya sebagai seorang anak. Situasi anak-anak pasca konflik dan tsunami dengan berbagai ketertinggalannya menumbuhkan minat saya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi anak-anak. Bagi kawan-kawan yang putus sekolah, mereka yang bekerja untuk membantu orang tua atau bekerja di tempat terburuk, anak-anak yang kekurangan gizi akibat kemiskinan orang tua, anak-anak korban konflik bersenjata, anak cacat dan berbagai penderitaan anak-anak di Aceh.

Terpilih menjadi Ketua Forum Anak Aceh Besar melalui workshop melibatkan perwakilan dari 23 kecamatan di Aceh Besar tahun 2007, menjadi kesempatan bagi saya untuk melakukan sesuatu yang terbaik bagi anak-anak, agar hak-hak anak sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Hak Anak maupun Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terakhir Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Pemerintahan Aceh dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak.

Permasalahan anak
Sebagai Ketua Forum Anak Aceh Besar, saya tidak hanya berdiam diri, menunggu sesuatu yang tidak pasti. Sementara anak-anak di sekitar tidak dapat menunggu. Anak-anak adalah hari ini. Kehidupan terus berjalan. Permasalahan mereka bila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang dengan masalah yang dapat menyebabkan mereka kehilangan hak-haknya dan kehilangan masa depannya.

Di Aceh Besar kami identifikasi dalam workshop Forum Anak, terdapat berbagai permasalahan anak seperti pekerja anak, anak-anak yang bekerja di tempat terburuk seperti bekerja di kapal-kapal pukat, terlibat illegal loging, terlibat dalam penanaman dan perdagangan ganja, bekerja di pabrik batu-bata, bekerja di bangunan dan lain-lain. Ada juga permasalahan anak-anak putus sekolah. Anak-anak perempuan yang sudah kawin pada usia yang masih anak-anak. Kekerasan terhadap anak, yang terjadi pada keluarga (dalam rumah tangga), di sekolah maupun di luar rumah merupakan permasalahan lain yang paling banyak muncul. Mendidik anak di rumah maupun di sekolah, sering dilakukan secara kekerasan. Anak-anak terpaksa menuruti keinginan orang tua karena takut atau agar jangan disebut sebagai anak durhaka.

Permasalahan seperti disebutkan di atas tidak selalu ditanggapi pemerintah dengan baik. Mungkin karena yang menyebabkan anak-anak putus sekolah akibat kelalain pemerintah memenuhi hak-hak anak, menyebabkan aparat pemerintah sering menutup mata. Atas sikap tutup mata dan kurang perduli tersebut, peran anak-anak harus ditingkatkan untuk membela kepentingan terbaiknya. Partisipasi anak harus ditingkatkan agar suara anak diketahui dan didengarkan.

Terpilih sebagai Ketua Forum Anak dengan segudang permasalahan anak yang telah kami identifikasi pada mulanya membuat saya bingung. Apakah forum anak ini nantinya seperti organisasi lain yang hanya melakukan kegiatan pada hari besar keagamaan atau nasional.

Kebingungan dan ketidak-tahuan kami akhirnya mulai berkurang ketika PKPA yang mendampingi kami menggugah kami untuk melakukan sesuatu yaitu penggalangan dana. Kamipun mulai mencari ide, menuliskannya, mervisinya atas masukan pendamping, mengajukannya dan terkadang sebelum proposal yang kami ajukan disetujui banyak pertanyaan yang harus kami jawab. Pertanyaan yang paling menyedihkan yang sering diajukan adalah: apakah kalian sudah berpengalaman melakukan kegiatan ini? Kalian kan masih anak-anak apa bisa melakukan ini?

Walaupun sedih menerima pertanyaan seperti itu tapi saya dan kawan-kawan tetap semangat. Dukungan semangat dan motivasi pendamping menyebabkan kami selalu optimis. Apalagi Bapak Bupati Aceh Besar sangat perhatian kepada kami.

Menggalang dana untuk membela kepentingan terbaik anak
Itulah kata-kata yang menjadi motivasi bagi kami dari pendamping. Menunggu, uang tidak akan datang. Artinya semua rencana hanya angan-angan. Fungsi sebagai pengurus forum anak tidaklah berarti apa-apa. Sementara untuk mengatasi berbagai permasalahan anak tidak cukup hanya dengan angan-angan dan mimpi-mimpi. Justru angan-angan anak-anak itulah yang harus diwujudkan. Cita-cita mulia anak-anak itu harus diwujudkan.

Anak-anak harus proaktif mencari sumber-sumber sehingga apa yang direncanakan dapat terlaksana. Hal ini yang masih banyak dialami oleh organisasi anak-anak di Indonesia yang hanya menunggu dan menunggu atau menerima apa adanya. Jika tidak ada dana maka mereka tidak melakukan apa-apa. Kepengurusan organisasi anak hanya formalitas belaka. Dibentuk namun tidak ditingkatkan kualitasnya sehingga banyak organisasi yang hanya ada nama tapi tidak ada kegiatan.

Tidak mudah memang melakukan penggalangan dana, apalagi dengan keterbatasan pengetahun anak dalam merumuskan masalah, merumuskan tujuan dan lain-lain yang diperlukan dalam penyusunan suatu program perlindungan anak. Anak-anak juga sangat terbatas kemampuannya dalam menulis. Syukurnya, kami di Forum anak telah diberikan pelatihan menulis kreatif. Hal ini juga saya kira sangat perlu diberikan kepada anak-anak yang lain terutama anak-anak yang tergabung dalam forum anak sehingga ide-ide kreatif mereka dapat dirumuskan dan dikembangkan menjadi suatu program untuk menanggulangi berbagai permasalahan penegakan hak-hak anak di Indonesia.

Dengan kondisi pemerintahan kita yang masih kurang perduli terhadap penegakan hak-hak anak, maka peran aktif dari anak-anak itu sendiri seharusnya harus lebih ditingkatkan lagi. Partisipasi anak tidak akan maksimal kalau anak-anak itu sendiri tidak ditingkatkan kualitasnya.

Memetik Hasil
Berbagai upaya yang kami lakukan dalam menggalang dana untuk meningkatkan pelaksanaan perlindungan anak membuahkan hasil. Diantaranya dari OXFAM GB untuk kegiatan Kampanye Penghapusan Segala Bentuk Kekekeran Terhadap Anak Perempuan. Kegiatannya antara lain berbentuk kampanye, pembuatan film, dialog, pendataan kasus kekerasan terhadap anak dan peningkatan kualitas anggota forum anak. Kami juga memperoleh dukungan dana dari Yayasan ASHOKA Indonesia untuk kegiatan kampanye perlindungan anak. Saat ini berbagai program yang ajukanpun dalam tahap pembahasan oleh berbagai lembaga dana seperti NOVIB dan Yayasan TIFA.

Sukses yang kami peroleh inipun memperoleh penghargaan dari berbagai pihak. Salah satunya Forum Anak Aceh Besar tahun 2008 dipilih sebagai Forum Anak terbaik di Provinsi Aceh. Penghargaan yang akan memacu langkah dan kebersamaan kami untuk semakin meningkatkan penegakan hak-hak anak khususnya di Aceh.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak yang lain di Indonesia untuk meningkatkan partisipasinya dalam penegakan hak-hak anak.


Kota Jantho, 05 Mei 2009



IRFAN SIDDIQ