Gereja di Sumut Teken MoU menjadi Gereja Layak Anak


Deli Tua, 23-10-2018. Sembilan Gereja di Sumatera Utara nyatakan komitmennya untuk memperkuat gerakan pemenuhan hak dan perlindungan anak melalui penerapan Gereja Layak Anak (GRA).

Komitmen tersebut ditantangani Gembala Sidang dari sembilan Gereja dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) dengan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Moria, Deli Tua, Selasa, 23/10/2018.

Menurut Libe Suryapusoro, dari Yayasan Bantuan Kemanusiaan Indonesia (YBKI), yang memfasilitasi kegiatan tersebut, penandatanganan MoU antara sembilan gereja dengan Yayasan PKPA merupakan rangkaian dari berbagai kegiatan pengembangan sumber daya manusia yang telah mereka lakukan sejak Jui lalu di Medan dan Deli Serdang.

“MoU ini merupakan bagian dari pernyataan dan kesediaan Gembala Sidang (Pendeta) untuk semakin memperluas pelayanan gereja dalam perlindungan anak, termasuk penanganan anak yang berhadapan dengan hukum” ujarnya

Menurut Libe, program GRA juga dimaksudkan agar gereja berkontribusi langsung dalam pencapaian program pemerintah yaitu Indonesia Layak Anak (IDOLA) tahun 2030.

“Lebih spesifik Gereja memahami tugasnya bukan hanya dari aspek spritual tapi secara holitisk Gereja harus menolong jemaat dan masyarakat dimana gereja tersebut berada” ujar Libe didampingi Pdt. Anton Butar-Butar dari GPdI Moria Deli Tua.

Menurut Pdt. Anton, kerjasama dengan Yayasan PKPA akan memudahkan mereka melakukan penanganan anak. “Misalnya jika ada anak mengalami kekerasan atau menjadi pelaku, Gereja telah memiliki mekanisme rujukan untuk penanganan kasus dan pendampingan psikologis” ujarnya.

Sulaiman Zuhdi Manik, mewakili Yayasan PKPA pada kegiatan tersebut mengatakan kebanggaannya bekerjasama dengan Gereja. “Semakin banyak pihak yang bersama-sama melakukan gerakan perlindungan anak, maka anak-anak kita akan semakin terlindungi” ujarnya.

Menurut Sulaiman, dalam MoU ini pihaknya bersama Gereja akan menyusun indikator GRA, memperkuat partisipasi anak dan advokasi anak yang berhadapan dengan hukum, serta berbagai sosialisasi perlindungan anak kepada masyarakat. 

Libe Suryapusoro mengatakan sembilan Gereja yang melaksanakan program Gereja Ramah Anak adalah GPdI Kasih Bapa, GKPB MDC, GBI Pertama, GKIN Soli Deo Lubuk Pakam, GSJA Cahaya Pengharapan Lubuk Pakam, GSJA Kabar Suka Cita Tanjung Morawa, Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Morawa, GPDI Moria Deli Tua dan GPDI Imanuel Namorambe.

Aktivis Anak Desak Pemko Medan Perhatikan Penanganan Anak Terlantar


Medan 12-09-2019. Aktivis perlindungan anak dari berbagai organisasi di Medan mendesak Pemerintah Kota Medan mengintensifkan pola koordinasi antar instansi pemerintah dalam penanganan anak dan perempuan terlantar.

Desakan tersebut mereka sampaikan pada diskusi penanganan kasus Rio Rita Amalia Bakara (45 thn), pedagang asongan yang mengalami kecelakaan beberapa hari lalu, di kantor Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), 12/09/2019. Diskusi yang dihadiri aktivis anak dari PKPA, SOS Childrens Village Medan, PPA Sahabat Kota, Sakti Peksos Kemensos, P2TP2A Sumut dan Dinas P3APM Medan.

Kecelakaan
Rio Rita Amalia Bakara mengalami kecelakaan sekitar jam 22.00 di kawasan Simalingkar B 04/09/18). Becak motor yang ditumpanginya menabrak batu besar dan terbalik. Rio ikut terbalik dan kepalanya membentur batu besar. Selain luka di bagian kepala, kaki kanan dan tangannya cidera sehingga tidak dapat digerakkan. Warga sekitar segera membawa korban untuk penanganan medis ke RSU USU.

Besoknya (06/09/18) teman korban sesama pedagangan asongan melaporkan kecelakaan tersebut kepada pendamping PKPA melalui telepon. Beberapa staff PKPA lalu menjenguk korban ke RSU USU, korban saat itu hanya ditemani seorang anaknya.

Korban tidak memiliki kartu BPJS dan identitas diri sehingga di rumah sakit berstatus pasien umum (berbayar). Korban juga tidak memiliki saudara di Medan, saudara dari pihak laki-laki dan perempuan semua di Jakarta. Ketiga anaknya masih berstatus anak-anak sehingga tidak ada pihak yang menjamin penanganan medis lebih lanjut. Akhirnya PKPA menjadi penjamin kepada rumah sakit.

Saat menjenguk korban dan setelah mengetahui status ekonomi keluarga, termasuk tidak memiliki identitas sebagai penduduk Medan, PKPA mengkoordinasikan penanganan medis dan biayanya kepada staff Dinas Sosial Kota Medan, termasuk ketiga anaknya yang setelah ibunya mengalami kecelakaan menjadi terlantar, seorang bersusia 10 tahun merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK).

Staff Dinas Sosial Medan yang saat itu berada di luar Medan menyatakan biaya perobatan korban di RSU USU tidak dapat ditanggung dan korban agar dirujuk ke RS Pirngadi Medan. Pemindahan dari RSU USU ke RSU Pirngadi Medan, saat tersebut tidak dapat dilakukan karena RSU USU tidak mau merujuk dengan alasan mereka mampu menangani.

Terhadap permintaan PKPA agar RSU USU memberikan keringanan biaya perawatan, pihak rumah sakit melalui Humas menyatakan tidak memberikan, sehingga seluruh biaya perobatan selama tiga hari dibayar anak perempuannya yang datang dari Jakarta dan bantuan PKPA.

Penanganan Anak
Tiga anak korban (dua laki-laki dan satu perempuan) oleh PKPA dikoordinasikan mengenai pengasuhannya selama ibu mereka dirawat. Dua anak laki-lakinya memilih menjaga ibunya di rumah sakit dan satu orang yang berkebutuhan khusus diasuh sementara oleh SOS Childrens Village.

Selama menjaga ibunya, kedua anak laki-lakinya tidak dapat mengamen sehingga mereka tidak memiliki uang untuk kebutuhan sehari-hari. Beberapa aspek dapat ditanggulangi dari bantuan personal staff PKPA dan pihak lain.

Respon aktivis anak
Aktivis anak menilai kasus tersebut hanyalah satu dari sekian banyak masalah anak dan keluarga terlantar yang selama ini diabaikan Pemerintah Kota Medan. Mereka menilai pemerintah tidak respon dan tidak memiliki mekanisme pola tanggap darurat yang sistemik.

“Mereka tidak seluruhnya penduduk Medan, mereka dari berbagai daerah dan disinilah pentingnya pemerintah menyadari letak geografisnya sebagai tujuan kaum urban, maka penting tersedia pola penanganan kasus emergency khususnya anak dan perempuan karena kasus ini bukanlah yang pertama dan tidak satu-satunya” ujar Misran Lubis, Koordinator Jaringan Perlindungan Anak (JPA) Sumut dalam diskusi kasus tersebut.

Menurut Misran, Medan Rumah Kita bukan semata-mata ditujukan kepada penduduk Medan, tapi hendaknya dapat dinikmati oleh siapapun, apalagi dalam kasus tersebut korban dan anaknya telah dua tahun tinggal di Medan.

Sementara T. Muhammad Razali, dari SOS Childrens Village Medan menyinggung lemahnya pola koordinasi antar dinas terkait dalam kasus tersebut. Menurutnya, antar dinas kelihatan saling lempar masalah sehingga masalah yang ada tidak tertangani semestinya.

“Kita mendengar ada dibentuk P2TP2A dan di setiap kecamatan ada Satgas namun, fungsi lembaga tersebut hanya dalam kertas saja, mereka bukan menyelesaikan masalah tapi lari dari masalah” ujarnya seraya menyoroti kinerja dinas terkait yang lebih banyak pada teori-teori, bukan pada aspek peningkatan kierja pada pelayanan prima kepada masyarakat.

Untuk itu Misran, berharap agar Walikota Medan segera mengintensifkan pola koordinasi dan kerjasama penanganan masalah diantara dinas-dinas sehingga tersedia layanan tanggap darurat yang mudah diakses oleh siapa saja di Medan.

“Ini penting, karena kita selalu menerima berbagai kasus di lapangan, masyarakat taunya melapor ke LSM atau pendamping di lapangan, padahal tanggungjawab tersebut harusnya dipikul pemerintah. Makanya kami sangat berharap agar Walikota harus lebih aktif mengurusi aspek pelayanan kepada masyarakat, khususnya anak-anak terlantar di Medan” tegasnya.

Hari Anak Nasional 2018 Bersama Kita Mewujudkan Sumatera Utara Layak Anak

Keputusan Presiden RI No. 44/1984 menetapkan tanggal 23 Juli setiap tahun diperingati sebagai hari anak nasional (HAN). Tahun 2018 pemerintah menetapkan tema peringatan HAN adalah Anak Indonesia Genius yaitu anak gesit, empati, berani, unggul dan sehat.

Peringatan HAN merupakan agenda nasional tahunan bagi pemerintah dan masyarakat, sebagai moment refleksi bagi semua pihak tentang tiga hal; bagaimana pemenuhan hak-hak anak, perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran serta perlakuan salah dan ketiga, bagaimana level partisipasi anak dalam ranah keluarga, lingkungan pendidikan dan masyarakat yang telah, sedang dan akan dilakukan.

Kendati tiap tahun HAN diperingati sejak 34 tahun lalu secara nasional, provinsi, kabupaten/kota hingga di komunitas dan keluarga, namun kita mengakui; makna hakiki HAN masih harus dimaksimalkan lagi sehingga HAN bukan menjadi perayaan bagi anak-anak yang terlibat dalam suatu kegiatan. HAN merupakan peringatan, bukan perayaan, sehingga seperti hari nasional lain, HAN hendaknya menyadarkan kita untuk secara bersama-sama mempromosikan segala upaya untuk meningkatkan pemenuhan hak-hak anak, perlindungan anak dan partisipasi anak pada ranah keluarga, lungkungan pendidikan dan masyarakat.

Kabupaten/Kota Layak Anak
Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) merupakan pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak.

Tujuan pengembangan KLA adalah untuk membangun inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi konvensi hak anak dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi dan intervensi pembangunan dalam bentuk kebijakan, kelembagaan, program dan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk pemenuhan hak hak anak pada suatu kabupaten

Strategi pelaksanaan KLA di kabupaten/kota adalah dengan mengarusutamakan hak anak pada kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, dimulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mengacu pada prinsip prinsip hak anak.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan memulai program Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sejak 2006 dengan piloting lima kabupaten/kota di Indonesia dengan target akhir Indonesia Layak Anak (IDOLA) pada 2030. Hingga tahun 2017, sedikitnya 353 daerah telah berkategori KLA dan tahun 2018 ditarget menjadi 400 kabupaten/kota layak anak di Indonesia.

Sumut Harus Berkomitmen Mewujudkan KLA
Di Sumatera Utara dari 33 kabupaten/kota, tahun 2012, hanya Kota Medan, Deliserdang, dan Langkat ditetapkan sebagai KLA kategori Pratama. Tahun 2013 hanya Serdang Bedagai dan Tebing Tinggi menjadi KLA. Tahun 2017, dari 27 pemerintah kabupaten/kota yang berkomitmena menjadikan daerahnya sebagai wilayah layak anak hanya Deli Serdang yang memperoleh predikat KLA ketegori Pratama.

Tahun 2018, terdapat empat kabupaten/kota yang mengikuti verifikasi lapangan penilaian KLA yaitu Kota Medan, Deli Serdang, Labuhan Batu dan Dairi, pengumuman penerima penghargaan KLA 2018 pada peringatan HAN Nasional 2018.  

Jaringan Perlindungan Anak (JPA Sumatera Utara yang merupakan wadah koordinasi dan informasi aktivis/pemerhati perlindungan anak pada masa kampanye pemilihan gubernur Sumatera Utara, Juni 2018, telah mendialogkan program provinsi layak anak (Provila) kepada kedua calon gubernur/wakil. Setelah pemilihan dan pemenang ditetapkan, komunikasi mengenai program Sumatera Utara menuju layak anak tetap digalang, dengan harapan Provila menjadi bagian penting perencanaan penyusunan program dan anggaran gubernur/wakil terpilih kedepan.

Melihat presentasi kabupaten/kota yang pernah menerima predikat KLA sampai tahun 2017 dan bahwa tahun 2018 hanya empat kabupaten/kota yang melaju pada verifikasi lapangan maka sangat tidak mudah mewujudkan Sumatera Utara menjadi Provila, karena syarat utama suatu provinsi menjadi layak anak adalah minimal 80 persen dari total kabupaten/kota di provinsi tersebut berpredikat layak anak.

Kepemimpinan Gubernur/Wakil terpilih periode 2018–2023 diharpkan terus berupaya maksimal mewujudkan Sumatera Utara menjadi Provila sebagai bentuk investasi untuk membangun generasi penerus bangsa agar mereka lebih sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia, cinta tanah air serta terlindungi dari berbagai bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan. Suatu bangsa akan menjadi bangsa yang besar jika mereka dapat memberikan perlindungan yang layak pada anak baik kesejahteraan lahir, bathin maupun sosial.

Anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa dan memiliki peran strategis sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi sehingga kerjasama yang terkoordinasi dengan berbagai pihak harus terus dilakukan, termasuk dengan lembaga non pemerintah dan kalangan private sektor.

Pasal 18, 19 dan pasal lain yang relevan dengan pemenuhan 24 indikator KLA pada Peraturan Daerah (Perda) Sumatera Utara No. 9/2017 tentang Perubahan atas Perda No.3/2014 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak serta UU Perlindungan Anak menjadi dasar bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjadi dasar hukum pengembangan Provila. Ke 24 Indikator KLA terebut sesuai lima klaster hak anak yaitu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya dan perlindungan khusus bagi 15 kategori anak.

Gubernur Sumatera Utara terpilih diharapkan dapat menegaskan kembali mandat pasal 19 Perda tersebut kepada bupati/walikota melalui paraturan gubernur atau surat edaran, termasuk kepada seluruh kepala desa agar menggunakan dana desa untuk kegiatan pemenuhan hak dan perlindungan anak merujuk pasal 8 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 19/2017
Pemerintah desa dapat merencanakan, menyepakati dan melaksanakan program Desa Layak Anak sebagai akselerasi menuju KLA dan akhirnya Provila melalui kampanye dan promosi hak-hak anak, keterampilan pengasuhan anak dan perlindungan anak, pengelolaan kegiatan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas, pelatihan hak-hak anak maupun kegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat desa.

Hal ini penting mengingat seluruh kabupaten/kota dan desa di Sumatera Utara masih memiliki catatan untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak sehingga komitemen seluruh kepala daerah dan kepala desa mutlak harus digalakkan untuk memenuhi lima klaster hak-hak anak. Selamat Hari Anak Indonesia

Gereja di Sumut Perkuat Komitmen untuk Melindungi Anak

Medan 20-07-2018. Sembilan Gereja yang berada di wilayah Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, bekerja sama dengan Yayasan Bantuan Kasih Indonesia (YBKI) memperkuat komitmen dan berbagai program layanan untuk pemenuhan hak-hak dan perlindungan anak, diantaranya dengan membentuk Pusat Pengembangan Anak (PPA) di Gereja-gereja tersebut.

Sebagai upaya untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pelayanan untuk pemenuhan hak-hak dan perlindungan anak di kalangan pengelola PPA, 19-20/07/2018, YBKI memfasilitasi 30 orang pengelola PPA dari sembilan gereja mengenai perlindungan anak, di Medan.

“Perlindungan anak menjadi tugas bersama dan gereja menjadi bagian dari masyarakat yang harus berperan mendukung pemerintah untuk pemenuhan hak-hak anak di masyarakat” ujar Libe Suryapusoro dari YBKI yang menkordinatori pelatihan perlindungan anak tersebut malam tadi kepada wartawan di Medan, 20/07/2018.

Menurut Libe Suryapusoro, situasi pemenuhan dan perlindungan anak saat ini di masyarakat memerlukan langkah nyata semua pihak. Setiap anak harus dipenuhi hak-haknya dan diberikan perlindungan yang seharusnya dimanapun mereka berada.

“Disitulah Gereja mengambil peran nyata. Gereja berperan aktif melindungi anak khususnya di wilayah Gereja tersebut, misalnya mengkampanyekan perlindungan anak, memberikan layanan kebutuhan hak dasar anak seperti pendidikan, kesehatan, ruang bermain maupun meningkatkan partisipasi anak dalam menyatakan pandangannya” jelas Libe Suryapusoro mengenai latar belakang kegiatan tersebut.

Menurutnya, gereja-geraja yang menjadi mitra YBKI telah memiliki komitmen untuk bekerja aktif dalam perlindungan anak yaitu di Medan GPDI Kasih Bapa, GKPB MDC, GBI Pertama. Sementara gereja di Deli Serdang adalah GKIN Soli Deo Lubuk Pakam, GSJA Cahaya Pengharapan Lubuk Pakam, GSJA Kabar Suka Cita Tanjung Morawa, Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Morawa, GPDI Moria Deli Tua dan GPDI Imanuel Namorambe.

“Dari sembilan gereja yang berada di bawah koordinasi saya mereka harus menyediakan orang-orang yang didedikasikan untuk bekerja dalam perlindungan anak dan ke 30 peserta pelatihan sekarang berasal dari sembilan gereja tersebut sehingga mereka nantinya siap mengkampanyekan perlindungan anak maupun membantu menangani permasalahan anak, termasuk penanganan dari aspek hukum bekerjasama dengan pengacara anak dari Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)” tambah Libe.

Gereja Ramah Anak
Libe Suryapusoro juga menyatakan, selain memberikan pemenuhan hak-hak dan perlindungan anak melalui PPA, kedepan YBKI juga akan mengembangkan program Gereja Ramah Anak di Medan, Deli Serdang dan beberapa kabupaten lain di Sumatera Utara.

“Pengembangan tersebut dimaksudkan agar gereja juga memiliki insiatif untuk mentranspormasi Konvensi Hak-Hak Anak  (Convention on the Rights of Child) dan UU Perlindungan Anak dari kerangka hukum ke dalam  kebijakan dan intervensi program yang strategis di gereja yang ditujukan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dan perlindungan anak oleh gereja” ujar Libe.

“Saya sudah berdialog dan mensosialisaiskan mengenai program geraja ramah anak kepada pimpinan sembilan geraja tersebut dan mereka siap melaksanakannya” tegas Libe.

Pelatihan perlindungan anak yang dilakukan YBKI yang diikuti 30 orang peserta tersebut  terdiri dari koordinator, staff dan mentor PPA difasilitasi oleh pelatih dari Yayasan PKPA yaitu Sulaiman Zuhdi Manik dengan materi aspek hukum perlindungan anak, Ismail Marzuki mengenai kebijakan perlindungan anak dalam PPA dan Azmiati Zuliah tentang perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana anak.


“Kedepan saya dari YBKI akan terus mendampingi ke sembilan PPA tersebut bersama team dari PKPA sehingga tiga program besar kami tahun 2018 ini yaitu kampanye perlindungan anak sehingga anak-anak, penguatan focal point di masyarakat/orang tua anak dampingan dan penguatan partisipasi anak serta peer educator dapat tercapai sehingga anak-anak dan orang tuanya dapat memahami pentingnya dan bagaimana cara melindundungi anak, seraya kesembilan PPA tetap melaksanakan berbagai program pelayanan hak dasar kepada anak” pungkas Libe Suryapusoro.

PKPA dan BNKP Nias Terbitkan Buku Perlindungan Anak Berdasar Agama Kristen Protestan


Medan 20 Juli 2018. Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) bekerjasma dengan Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) telah menertbitkan buku saku Reunungan Perlindungan Anak Berdasar Agama Kristen Protestan di Nias.

Kepada wartawan, Direktur Eksekutif PKPA, Keumala Dewi, mengatakan buku saku tersebut disusun sejak tahun 2015 dan baru rampung pada 2018.  Menurut Keumala, baik PKPA maupun dari pihak BNKP memerlukan waktu penyusunan buku tersebut sehingga sesuai dengan konteks hak-hak anak dan perlindungan anak maupun konteks agama Kristen Protestan di Pulau Nias.

“Team penyusun buku dari PKPA konsennya pada aspek hak-hak anak dan perlindungan anak, smentara team penyusun dari Banua Niha Keriso Protestan Nias dari aspek agama Kristen Protestan di Nias. Dalam penyatuan kedua aspek inilah kami memerlukan waktu untuk menyusunnya” jelas Keumala Dewi, Jumat, 20/07/2018.

Lebih lanjut, Keumala Dewi, memaparkan inisiasi penyusunan buku tersebut didasarkan bahwa merujuk situasi perlindungan anak sekarang, sangat diperlukan upaya-upaya berbagai pihak untuk secara bersama-sama membangun kesadaran untuk meningkatkan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak di Pulau Nias.

“Pengalaman PKPA bekerja lebih dari 15 tahun di Pulau Nias menemukan bahwa kesadaran masyarakat untuk mencegah eksploitasi anak dari aspek ekonomi, khususnya pekerja anak, tidak cukup hanya dengan memberikan layanan bantuan hukum, pelatihan keterampilan maupun penguatan ekonomi bagi keluarga pekerja anak”, papar Keumala Dewi.

“Masyarakat Nias mayoritas beragama Kristen dan posisi pengutua agama sangat dihormati dan memiliki nilai yang cukup tinggi di masyarakat. Setiap hari Minggu, setidaknya ada 250 jemaat menghadiri kebaktian di gereja-gereja di Kepulauan Nias, sehingga dengan memberikan panduan ini kepada para pendeta dan guru jemaat, diharapkan pesan peningkatan perlindungan anak terus meningkat dalam kehidupan bermasyarakat di Nias” tambah Keumala Dewi.

Sementara Ephorus Gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP), Pdt. Tuhoni Telaumbanua, Ph.D, mengatakan bahwa anak merupakan Imago Dei (gambar Allah) yang merupakan harta pusaka Allah yang dipercayakan pada manusia. Sehingga Allah memanggil dan mewajibkan setiap keluarga untuk merawat dan menghidupi cinta kasih dalam keluarga.

“Keluarga merupakan sekolah cinta-kasih bagi anak. Keluarga adalah benteng bagi anak di tengah gemuruh dan keganasan dunia ini. Rumah adalah istana yang menyediakan damai sejahtera yang menampakkan suasana surga dan bukan neraka. Ayah dan ibu menjadi sahabat, guru, idola, kebanggaan dari  anak-anak.  Oleh  karenanya  rancangan  Allah  bagi  setiap keluarga adalah rancangan damai sejahtera” jelas Pdt. Tuhoni Telaumbanua, mengenai pandanganannya dari aspek agama.

Menurut Pdt. Tuhoni Telaumbanua, buku saku tersebut sangat bermanfaat bagi setiap umat dan  setiap keluarga dalam mendampingi, membimbing, mendidik dan mengasuh anak berdasarkan iman Kristen.

Kami menghimbau seluruh umat percaya untuk tekun membaca, merenungkan, menghayati dan melaksanakannya dalam hidup sehari-hari, karena Tuhan Yesus berkata biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku,  jangan  menghalang-halangi  mereka,  sebab  orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allahimbuh Ephorus yang juga sekaligus editor buku saku tersebut.

Manajer PKPA Kantor Cabang Nias, Chairidani Purnamawati, di ruang kerjanya di Gunungsitoli mengatakan, buku tersebut mereka terbitkan khusus kepada para rohaniwan agama Kristen sebagai materi pendukung khotbah di gereja-gereja.

“Namun secara umum buku ini dapat digunakan tokoh-tokoh masyarakat, pejabat pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai tingkat kabupaten/kota di Pulau Nias sebagai sumber informasi dalam pendidikan keluarga dan masyarakat tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.

“Adanya buku perlindungan anak ini, maka peran para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat serta semua pihak dalam mengimplementasikan perlindungan anak di tingkat komunitas semakin meningkat dan masif” harap Chiridani Purnamawati.

Mengenai tindak lanjut setelah penerbitan buku tersebut, menurut Chairidani, pada 30-31 Juli 2018 mendatang PKPA akan melakukan Training od Trainer (TOT) tentang cara pemanfaatan buku saku dimaksud kepada para pendeta, tokoh agama, guru jemaat, utamanya di daerah dampingan PKPA Nias yakni Nias Utara dan Kota Gunungsitoli.

“Melalui ToT tersebut diharapkan pemahaman para pemangku kepentingan terkait tentang perlindungan anak secara agama Kristen Protestan dapat meningkat” ujarnya, seraya menambahkan bahwa selain ToT kepada para pendeta dan tokoh agama, PKPA Nias juga akan melakukan ToT serupa kepada para mitra penggiat perlindungan anak di Pusat Pengembangan Anak (PPA) BNKP Hosiana pada Agustus mendatang, dengan trainer kedua TOT adalah pimpinan sinode BNKP sendiri.

Bagi masyarakat maupun pihak-pihak yang tertarik memperoleh buku tersebut, dapat mengajukan permintaan secara tertulis kepada PKPA Indonesia, di Jalan Abdul Hakim No. 5-A Pasar I Setia Budi, Medan, atau mengunjungi website PKPA di www.pkpaindonesia.org.

Kemitraan PKPA dan PT. Amal Tani Gagas Program Kesejahteraan Anak dan Keluarga di Langkat

Medan. 24 Januari 2018. Program CSR Sahabat Anak Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) bekerjasama dengan PT. Amal Tani dan Pemerintah Desa Amal Tani, Kecamatan Serapit, Langkat, mulai gagas program bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan keluarga di Desa Amal Tani.

Sabtu, 20 Januari 2018, lalu, gagasan tersebut dibahas melalui dialog sosial perusahaan yang digelar di aula Perkebunan PT. Amal Tani melibatkan 25 orang dari pihak manajemen perkebunan, pemerintah desa, kepala dusun se-desa Amal Tani, TP-PKK Desa Amal Tani, Serikat Pekerja, koperasi desa Amal Tani dan Persatuan Olah Raga Tanjung Putri (PORTAPRI).

Serius Parangin-angin, Assisten Afdeling mewakili Manajer Kebun PT. Amal Tani, Krispinus Perangin-angin, mengatakan pihaknya sangat menyambut baik dan akan berkonstribusi mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan dengan pengembangan sistem dan menyediakan fasilitas untuk mendukung Desa Amal Tani, yang seluruhnya berada di kawasan perkebunan mereka, menjadi desa layak anak. “Pokoknya untuk tujuan yang baik-baik dan untuk anak-anak di kebun ini perusahaan sangat mendukung dan membuka diri untuk bekerjasama”, ujar Serius Peranginangin.

Hal senada dikemukakan Kepala Desa Amal Tani, Jaka Sembiring, bahwa pemerintah desa akan mendukung program desa layak anak melalui alokasi anggaran dana desa sehingga pembinaan dan pendidikan anak-anak di desanya dapat lebih kreatif kedepan.

“Kerjasama dengan PKPA dan PT. Amal Tani ini sangat mendukung kami sebagai pemerintah desa dalam pembinaan dan pendidikan anak-anak kedepan sehingga mereka tidak terjerumus pada perbuatan yang kurang baik”, tegas Jaka Sembiring.
 
Apalagi, timpal Eka Mulianta Purba sebagai tokoh masyarakat dan pengurus Koperasi HARKANI, keseharian anak-anak dan remaja di desa mereka sudah mulai ada menyimpang. “Saat ini anak-anak di Desa Amal Tani sudah ada yang menyeleweng dari yang bisa dikatakan anak-anak seperti tidak adanya kesopanan terhadap orang tua, korban narkoba,  anak-anak putus sekolah dan anak yang tidak berkreatifitas dan ini sangat mengkhawatirkan masa depannya  

Misran Lubis, Senior Officer PKPA yang menjadi fasilitator dialog sosial tersebut, dalam paparannya menjelaskan bahwa desa layak anak merupakan desa yang menyatukan komitmen dan sumberdaya pemerintah desa  yang melibatkan masyarakat dan dunia usaha  yang berada di desa dalam rangka mempromosikan, melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak anak, yang direncanakan secara sadar dan berkelanjutan. 

“Ada tiga tujuannya yaitu mengembangkan model desa perkebunan menjadi kampung ramah anak, membangun sanggar kreatifitas anak dan pembinaan karakter melalui bahasa Inggris dan membentuk forum CSR perkebunan sahabat anak di Kabupaten Langkat” paparnya.
Menyinggung model kemitraan yang akan dikembangkan, menurut Misran Lubis, PKPA akan memposisikan diri dalam asistensi dan peningkatan kapasitas pemerintah desa, perkebunan, anak-anak dan masyarakat. Sementara Pemerintah Desa Amal Tani akan berperan sebagai regulator, dukungan melalui anggaran dana desa dan keberlanjutan program.

“Adapun PT. Amal Tani kita harapkan untuk mendukung dengan menyediakan fasilitas-fasilitas bagi anak di desa serta mendukung kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan anak-anak” harapnya.


Di akhir dialog sosial tersebut, disepakati dibentuknya team perumus untuk menyusun draft konsep desa layak di kawasan perkebunan PT. Amal Tani, komite desa layak anak dan program kerja desa layak anak yang terdiri dari Eka Mulianta Purba mewakili tokoh masyarakat dan pengurus Koperasi HARKANI, Efendi, Ketua SPSI Desa Amal Tani, Dahlianta Sembiring, Ketua TP PKK Amal Tani, Ali Sofyan, Kepala Dusun III Desa Amal Tani dan Emanuel dari PORTAPRI. 

Menggalang Kebersamaan dengan Masyarakat Lewat Senam Three Ends

Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) terus menggalang kebersamaan dengan komunitas untuk peduli terhadap perlindungan anak.  Kali ini. PKPA bersama Komunitas Peduli Anak (KPA) Kelurahan Aur,  mengajak lapisan masyarakat di Kampung Aur, Medan, untuk bersama dan senantiasa meningkatkan keperdulian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Minggu,(14/1/18).

“Senam three ends, kita jadikan media untuk membangun kebersamaan dan pemahaman untuk menyetop segala bentuk kekerasan terhadap anak”, kata Azmiati Zuliah, pelaksana kegiatan tersebut di halaman Mesjid Jami, Kampung Aur, Minggu, 14/01/2018.

Azmiati Zuliah yang juga Koordinator PUSPA-PKPA tersebut, menjelaskan  senam three ends tersebut sengaja dipilih sebagai media sosialisasi kerena mengandung berbagai unsur positif.

“Dalam senam ini pesan-pesan perlindungan anak kita sampaikan tidak saja secara verbal tetapi juga secara auditif  apalagi disertai dengan gerakan-gerakan secara bersama sehingga diharapkan hal ini akan  merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan komunitas untuk semakin perduli terhadap perlindungan anak”, papar Azmiati.

Menyinggung gerakan three ends itu sendiri, menurut Azmiati,  merupakan upaya untuk mengajak semua pihak agar segera mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mangakhiri perdagangan manusia dan mengakhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan.

“Intinya, PKPA senantiasa mengajak semua pihak untuk selalu melakukan three ends sehingga harkat dan martabat perempuan  dan anak semakin lebih baik dari waktu ke waktu” ujar Azmiati yang didampingi staffnya, Dizza Siti Soraya dan Devi Sartika Sidik.