Koalisi Nasional Penghapusan ESKA: Pemerintah Diminta Tetapkan 2009 sebagai Tahun Penghapusan ESKA di Indonesia

Koalisi Nasional - Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Konas-PESKA) meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menetapkan tahun 2009 sebagai tahun Penghapusan ESKA di Indonesia.

“Kita sangat merekomendasikan agar pemerintah Indonesia mampu mendorong munculnya kesadaran seluruh komponen masyarakat, dari lingkungan keluarga hingga institusi dan korporasi agar pada 2009 sudah tumbuh dan meluas sebuah gerakan di berbagai lini dalam rangka penghapusan ESKA di Indonesia,” ungkap Kordinator Konas PESKA Indonesia, di Jakarta, Rabu kemarin (31/12)

Menurut Sofian, masalah ESKA sudah merupakan bencana besar yang masih terorganisir secara rapi di Indonesia. Selain transaksi sangat sulit dilacak disebabkan pelaku menggunakan HP di setiap aksinya, hukum dan aparat penegak hukum terutama kepolisian juga terkesan ragu-ragu ketika menangkap pelaku ESKA dengan alasan suka sama suka,” paparnya.

“Sejauh ini, pemerintah sudah mengalami banyak kemajuan dalam penghapusan trafficking, premanisme, korupsi dan sebagainya; tapi masih lemah, bahkan cendrung gagal dalam penanggulangan anak yang sebagian besar mereka adalah siswi SMP dan SMA yang terjebak dalam pelacuran terselubung di Indonesia,” imbuhnya.

Karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah agar menjadikan 2009 menjadi momentum dan titik tolak upaya pembersihan Indonesia dari segala bentuk eksploitasi seksual pada anak.

Sofian mencontohkan, misalnya pemerintah melalui mengeluarkan kebijakan ketat terhadap hotel, penginapan café dan lokasi hiburan yang selama ini banyak disinyalir dimanfaatkan pelaku sebagai tempat transaksi dan melakukan ESKA.

Penelitian anggota Konas PESKA sepanjang 2008 di 6 kota besar di Indonesia ini melaporkan, jumlah anak-anak korban ESKA di Indonesia telah sangat mengkhawatirkan, yakni sekitar 29,1 ribu – 150 ribu anak atau estimasi 100 kali lipat dari 291 jumlah responden anak yang dilibatkan dalam penelitian ini, masing-masing 76 anak di 5 Kabupaten Kota di Sumatera Utara, 47 anak di Surabaya, 38 anak di Solo, 30 anak di Semarang, 50 anak di Manado dan 50 di Indramayu. Dari 6 daerah yang diteliti menunjukkan sebagian besar sample (67 – 91 %) yang diambil merupakan korban pelacuran terselubung.

Angka ini, katanya, didasarkan pada efek bola salju dalam proses penelitian yang menemukan jumlah anak-anak lain yang diketahui dari responden yang diwawancarai. Misalnya penelitian PKPA terkait hal ini melaporkan, seorang siswi SMP dan SMA/ SMK yang menjadi responden dapat memberikan informasi tentang 3 – 15 teman sekelas, satu sekolah atau teman sepermainannya yang sama-sama pernah menjadi korban ESKA.

Demikian juga di Solo, laporan Yayasan Kakak mencatat, 21 dari 38 anak mengaku terjun ke dunia ESKA akibat pergaulan bebas, factor yang sangat mendominasi dibanding kebutuhan ekonomi, masalah di keluarga atau pacaran dan korban perkosaan. Dengan kata lain, setiap responden yang diwawancarai mengikuti teman-teman lain yang menjadi teman bergaulnya.

Estimasi UNICEF sebelumnya (2007) sekitar 30 persen dari perempuan yang dilacurkan berusia di bawah 18 tahun atau 40.000-70.000 anak korban eksploitasi seksual dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan setiap tahun.

Penelitian yang didukung oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI ini dilaksanakan lima 5 anggota Konas PESKA ditambah 1 instansi Pemerintah yaitu. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) Cabang Indramayu di Indramayu-Jawa Barat, Biro Pemberdayaan Perempuan (Biro PP) Manado di Manado, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak - Medan) di 5 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara, Yayasan SETARA di Kota Semarang, Jawa Tengah, Yayasan KAKAK di Surakarta, Jawa Tengah dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di Surabaya, Jawa Timur.

Dijelaskan, katagori ESKA meliputi Pelacuran anak, pornografi anak, perdagangan anak untuk tujuan seksual dan wisata seks anak serta pernikahan dini untuk tujuan eksploitasi seksual. (Jufri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar