Menggalang dana dan dukungan untuk kepentingan terbaik bagi anak

OLEH : IRFAN SIDDIQ
Ketua Forum Anak Aceh Besar (FAAB), Nanggroe Aceh Darussalam

Pengantar
Saya, Irfan Siddiq, anak yang lahir di satu desa di Kabupaten Aceh Besar. Konflik bersenjata di Aceh yang berakhir dengan MoU antara RI-GAM tahun 2005 lalu merupakan akhir dari penderitaan kami. Suasana Aceh dengan konflik bersenjata justru pada masa saya tumbuh dan berkembang. Harus diakui dampak konflik bersenjata saat itu, sangat mempengaruhi tumbuh-kembang saya. Anak-anak tidak bebas bermain. Keluar rumah terutama malam hari dilarang atau takut. Siang hari, aktifitaspun sering dibatasi. Kadang sekolah harus libur karena ada kontak senjata atau guru tidak datang, atau ada hal-hal lain yang tidak kami mengerti, hingga hari itu saya dan teman-teman tidak sekolah.

Sekarang Aceh sudah aman. Anak-anak walaupun dimasa kecilnya mengalami situasi yang menakutkan kini sudah bebas melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya berorganisasi. Forum Anak Aceh Besar, merupakan salah satu organisasi anak yang aktif dan banyak melakukan kegiatan untuk membela kepentingan terbaik bagi anak.

Terpilih sebagai Ketua Forum Anak Aceh Besar
Didikan keluarga, lingkungan desa dengan berbagai tradisi dan adat-istiadatnya merupakan nilai-nilai yang menjadi bekal dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan saya sebagai seorang anak. Situasi anak-anak pasca konflik dan tsunami dengan berbagai ketertinggalannya menumbuhkan minat saya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi anak-anak. Bagi kawan-kawan yang putus sekolah, mereka yang bekerja untuk membantu orang tua atau bekerja di tempat terburuk, anak-anak yang kekurangan gizi akibat kemiskinan orang tua, anak-anak korban konflik bersenjata, anak cacat dan berbagai penderitaan anak-anak di Aceh.

Terpilih menjadi Ketua Forum Anak Aceh Besar melalui workshop melibatkan perwakilan dari 23 kecamatan di Aceh Besar tahun 2007, menjadi kesempatan bagi saya untuk melakukan sesuatu yang terbaik bagi anak-anak, agar hak-hak anak sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Hak Anak maupun Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terakhir Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Pemerintahan Aceh dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak.

Permasalahan anak
Sebagai Ketua Forum Anak Aceh Besar, saya tidak hanya berdiam diri, menunggu sesuatu yang tidak pasti. Sementara anak-anak di sekitar tidak dapat menunggu. Anak-anak adalah hari ini. Kehidupan terus berjalan. Permasalahan mereka bila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang dengan masalah yang dapat menyebabkan mereka kehilangan hak-haknya dan kehilangan masa depannya.

Di Aceh Besar kami identifikasi dalam workshop Forum Anak, terdapat berbagai permasalahan anak seperti pekerja anak, anak-anak yang bekerja di tempat terburuk seperti bekerja di kapal-kapal pukat, terlibat illegal loging, terlibat dalam penanaman dan perdagangan ganja, bekerja di pabrik batu-bata, bekerja di bangunan dan lain-lain. Ada juga permasalahan anak-anak putus sekolah. Anak-anak perempuan yang sudah kawin pada usia yang masih anak-anak. Kekerasan terhadap anak, yang terjadi pada keluarga (dalam rumah tangga), di sekolah maupun di luar rumah merupakan permasalahan lain yang paling banyak muncul. Mendidik anak di rumah maupun di sekolah, sering dilakukan secara kekerasan. Anak-anak terpaksa menuruti keinginan orang tua karena takut atau agar jangan disebut sebagai anak durhaka.

Permasalahan seperti disebutkan di atas tidak selalu ditanggapi pemerintah dengan baik. Mungkin karena yang menyebabkan anak-anak putus sekolah akibat kelalain pemerintah memenuhi hak-hak anak, menyebabkan aparat pemerintah sering menutup mata. Atas sikap tutup mata dan kurang perduli tersebut, peran anak-anak harus ditingkatkan untuk membela kepentingan terbaiknya. Partisipasi anak harus ditingkatkan agar suara anak diketahui dan didengarkan.

Terpilih sebagai Ketua Forum Anak dengan segudang permasalahan anak yang telah kami identifikasi pada mulanya membuat saya bingung. Apakah forum anak ini nantinya seperti organisasi lain yang hanya melakukan kegiatan pada hari besar keagamaan atau nasional.

Kebingungan dan ketidak-tahuan kami akhirnya mulai berkurang ketika PKPA yang mendampingi kami menggugah kami untuk melakukan sesuatu yaitu penggalangan dana. Kamipun mulai mencari ide, menuliskannya, mervisinya atas masukan pendamping, mengajukannya dan terkadang sebelum proposal yang kami ajukan disetujui banyak pertanyaan yang harus kami jawab. Pertanyaan yang paling menyedihkan yang sering diajukan adalah: apakah kalian sudah berpengalaman melakukan kegiatan ini? Kalian kan masih anak-anak apa bisa melakukan ini?

Walaupun sedih menerima pertanyaan seperti itu tapi saya dan kawan-kawan tetap semangat. Dukungan semangat dan motivasi pendamping menyebabkan kami selalu optimis. Apalagi Bapak Bupati Aceh Besar sangat perhatian kepada kami.

Menggalang dana untuk membela kepentingan terbaik anak
Itulah kata-kata yang menjadi motivasi bagi kami dari pendamping. Menunggu, uang tidak akan datang. Artinya semua rencana hanya angan-angan. Fungsi sebagai pengurus forum anak tidaklah berarti apa-apa. Sementara untuk mengatasi berbagai permasalahan anak tidak cukup hanya dengan angan-angan dan mimpi-mimpi. Justru angan-angan anak-anak itulah yang harus diwujudkan. Cita-cita mulia anak-anak itu harus diwujudkan.

Anak-anak harus proaktif mencari sumber-sumber sehingga apa yang direncanakan dapat terlaksana. Hal ini yang masih banyak dialami oleh organisasi anak-anak di Indonesia yang hanya menunggu dan menunggu atau menerima apa adanya. Jika tidak ada dana maka mereka tidak melakukan apa-apa. Kepengurusan organisasi anak hanya formalitas belaka. Dibentuk namun tidak ditingkatkan kualitasnya sehingga banyak organisasi yang hanya ada nama tapi tidak ada kegiatan.

Tidak mudah memang melakukan penggalangan dana, apalagi dengan keterbatasan pengetahun anak dalam merumuskan masalah, merumuskan tujuan dan lain-lain yang diperlukan dalam penyusunan suatu program perlindungan anak. Anak-anak juga sangat terbatas kemampuannya dalam menulis. Syukurnya, kami di Forum anak telah diberikan pelatihan menulis kreatif. Hal ini juga saya kira sangat perlu diberikan kepada anak-anak yang lain terutama anak-anak yang tergabung dalam forum anak sehingga ide-ide kreatif mereka dapat dirumuskan dan dikembangkan menjadi suatu program untuk menanggulangi berbagai permasalahan penegakan hak-hak anak di Indonesia.

Dengan kondisi pemerintahan kita yang masih kurang perduli terhadap penegakan hak-hak anak, maka peran aktif dari anak-anak itu sendiri seharusnya harus lebih ditingkatkan lagi. Partisipasi anak tidak akan maksimal kalau anak-anak itu sendiri tidak ditingkatkan kualitasnya.

Memetik Hasil
Berbagai upaya yang kami lakukan dalam menggalang dana untuk meningkatkan pelaksanaan perlindungan anak membuahkan hasil. Diantaranya dari OXFAM GB untuk kegiatan Kampanye Penghapusan Segala Bentuk Kekekeran Terhadap Anak Perempuan. Kegiatannya antara lain berbentuk kampanye, pembuatan film, dialog, pendataan kasus kekerasan terhadap anak dan peningkatan kualitas anggota forum anak. Kami juga memperoleh dukungan dana dari Yayasan ASHOKA Indonesia untuk kegiatan kampanye perlindungan anak. Saat ini berbagai program yang ajukanpun dalam tahap pembahasan oleh berbagai lembaga dana seperti NOVIB dan Yayasan TIFA.

Sukses yang kami peroleh inipun memperoleh penghargaan dari berbagai pihak. Salah satunya Forum Anak Aceh Besar tahun 2008 dipilih sebagai Forum Anak terbaik di Provinsi Aceh. Penghargaan yang akan memacu langkah dan kebersamaan kami untuk semakin meningkatkan penegakan hak-hak anak khususnya di Aceh.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak yang lain di Indonesia untuk meningkatkan partisipasinya dalam penegakan hak-hak anak.


Kota Jantho, 05 Mei 2009



IRFAN SIDDIQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar