
Banyaknya
kasus anak yang berhadapan dengan hukum menjadi salah satu alasan Pusat Kajian
dan Perlindungan Anak bersama dengan Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan
pelatihan penerapan standard operasional
procedure (SOP) diversi dan keadilan restoratif bagi anak yang berkonflik
dengan hukum. Pelatihan dilaksanakan selama dua hari di hotel Putera Mulia,
Medan (22-23/03).
Rosmalinda,
SH, fasilitator pelatihan menjelaskan bahwa kode etik
pelaksanaan diversi dan keadilan restorative sangat dibutuhkan untuk
memperjuangkan hak-hak anak. Kode etik yang dimaksud diantaranya menjaga
kerahasiaan dan informasi yang diberikan baik oleh pelaku maupun korban, serta
menghormati dan menghargai pendapat yang diberikan oleh anak.
“PKPA
menginisiasi adanya standard operasional
procedure diversi dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum,
tujuan kita agar ada peningkatan pemahaman bagi aparat penegak hukum seperti
polisi, jaksa, hakim, advokat, tokah agama, tokoh masyarakat dan juga
lembaga-lembaga dan instansi yang terkait.” Jelas Azmiati Zuliah SH selaku
panitia dan juga koordinator Pusat Layanan Informasi dan Pengaduan Anak PKPA
(PUSPA-PKPA).
"Diversi sendiri diupayakan dalam setiap kasus anak yang berhadapan dengan hukum agar keputusan yang diambil dan penyelesaian kasus dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan hak-hak anak."
Namun begitu, diversi tidak dapat diberlakukan
untuk semua kasus hukum yang melibatkan anak. Ada beberapa syarat yang harus
dicermati, diantaranya, anak harus berusia dibawah 12 tahun dan kasus yang
menjerat anak tidak lebih dari tujuh tahun penjara.
Peserta
yang diundang dalam pelatihan ini berasal dari gugus tugas diversi kota Medan,
diantaranya perwakilan dari Hakim Pengadilan Negeri Medan, Polresta Medan,
BAPAS, Asosiasi Panti Asuhan dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana Kota Medan.
“Diversi dan keadilan restorative akan sangat berguna bagi kepolisian untuk diaplikasikan untuk penyelesaian kasus anak yang terjadi di lapangan.” Ujar Chaterine, peserta pelatihan perwakilan Polres Pancur Batu.Peserta mengaku cukup mudah memahami materi yang disampaikan fasilitator dengan adanya metode simulasi kasus yang melibatkan seluruh peserta. Dalam simulasi yang berlangsung selama satu jam, peserta diajak memainkan sebuah kasus, dimana peserta akan bertindak sebagai, pelaku, korban, keluarga, polisi dan tokoh masyarakat yang mengupayakan diversi sebagai jalan keluar untuk penyelesaian permasalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar