Keumala Dewi,
Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) mengatakan,
kegiatan psikososial untuk anak-anak korban gempe di Pidie Jaya bertujuan untuk
memulihkan keadaan psikologis anak-anak melalui berbagai kegiatan berbasis
sekolah dan gampong. “Psikososial kami lakukan berdasarkan analisis lapangan
dimana anak-anak yang kami wawancarai mengaku trauma dan mengalami tekanan
secara psikis dan pisik. Gempa itu mereka rasakan, apalagi terjadi pagi hari,
saat mereka sedang tidur
menyebabkan mereka terkejut dan di rumah, perabotan atau peralatan ada yang
jatuh, pecah dan runtuh. Mereka gugup, panik, lari ketakutan, apalagi sesaat
setelah gempa aliran listrik padam menyebabkan suasana gelap dan hampir dari
semua penjuru gampong orang-orang berteriak, berlarian dengan ketakutan dan
menangis histeris”, ujar Keumala.
Dikatakan Keumala, PKPA Emergency Aid,
melakukan fasilitasi dukungan psikososial di dua kecamatan yaitu Bandar Baru
dan Trienggadeng dengan target 3.000 orang anak, selama tiga bulan, dengan
harapan anak-anak korban gempa di Kabupaten Pidie Jaya dapat bangkit kembali
(resiliensi). “Kita membantu mereka untuk memiliki kemampuan mengatasi masalah
yang sama di masa datang dengan pendekatan yang menekankan pemahaman adanya
hubungan dinamis antara aspek psikologis dan sosial dengan fokus menguatkan
faktor resiliensi dan relasi sosial anak dengan lingkungannya”, kata Keumala.
Melalui Permainan
Ismail Marzuki,
team leader PKPA di Pidie Jaya mengatakan, permainan yang membuat anak-anak
gembira dipilih sebagai fokus kegiatan. “Permainan merupakan bentuk aktivitas
sosial yang sangat dominan pada anak-anak. Banyak waktu mereka dihabiskan untuk
bermain sendiri atau bersama teman dan itu sangat menyenangkan mereka, apalagi
ada hadiah yang kita berikan. Permainan memiliki arti yang sangat penting untuk
membangun resiliensi anak. Permainan akan meningkatkan afliasi dengan teman
sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan
daya jelajah dan memberi tempat berteduh yang aman bagi anak yang terdampak
gempa”, ujarnya.
Kegiatan PKPA
yang didukung LWR tersebut, jelas Keumala Dewi, dilaksanakan relawan-relawan
lokal yang direkrut dan staff PKPA berperan sebagai pendamping. “Ketika PKPA
meninggalkan lokasi nantinya, diharapkan relawan lokal dapat terus melakukan
kegiatan bersama anak-anak, karena kita menyadari dukungan psikososial
memerlukan keberlanjutan dan melalui proses panjang”, kata Keumala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar