REFLEKSI PERLINDUNGAN ANAK, PASCA 25 TAHUN KONVENSI HAK ANAK

Jakarta (20/11) – Dalam rangka refleksi terhadap implementasi 25 tahun pasca ratifikasi Kovensi Hak Anak (KHA) di Indonesia, pada tanggal 20-22 November 2016 bertempat di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta akan diadakan Konferensi Nasional Perlindungan Anak yang dilakukan oleh ECPAT Indonesia bersama dengan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), JARAK, Rumah Faye dan Gugah Nurani Indonesia.

“Pasca Implementasi ratifikasi KHA selama hampir 25 tahun menunjukan masih banyak anak-anak yang bekerja di lingkungan yang berbahaya hingga menjadikan mereka korban kekerasan, perdagangan dan eksploitasi. Selain itu, kurangnya akses kesehatan dan pendidikan, serta bagaimana buruknya hukum menanganani kasus bagi mereka dapat dikatakan bahwa masih belum terlaksanakan dengan baik karena kurangnya program dan strategis yang konkret.” Ucap Andy Ardian Program Manager ECPAT Indonesia di Jakarta (18/11)

Dilihat dari fakta yang ada dalam hasil pemantauan ECPAT Indonesia selama bulan Oktober 2016 terdapat 160 Korban eksploitasi seksual komersial anak eksploitasi seksual komersial anak (ESKA). Padahal sejak tahun 1990, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) disertai dengan dua protocol tambahan pada tahun 2012, yaitu Protokol Opsional tentang Anak Berkonflik Senjata (OPAC) dan Opsional Protokol tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak (OPSC). PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) telah merevisi beberapa undang-undang yang terkait dengan perlindungan anak tentang pemberian hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual anak. Selain itu sejumlah regulasi tentang penanganan dan berbagai unit khusus serta layanan atas isu perlindungan anak korban kekerasan juga sudah dibentuk.

Konferensi ini juga bertujuan untuk membangun sistem koordinasi dan pelayanan perlindungan saksi dan korban dalam kasus kejahatan eksploitasi seksual komersial anak (ESKA). Selain itu juga untuk menemukan formula baru dalam mekanisme perlindungan anak-anak yang menjadi korban eksploitasi dan kekerasan.

Konferensi akan diadakan selama tiga hari, diawali dengan acara pembukaan pada tanggal 20 November 2016, dimana akan diadakan Konferensi Pers bersama oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dengan pembicara yaitu Abdul Haris Semendawai (Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), Irwanto (Board of ECPAT Indonesia), Misran Lubis (Direktur PKPA), Ahmad Marzuki (Direktur Jarak) dan Faye Simanjuntak (Rumah Faye), Yongki Choi (Country Director Gugah Nurani Indonesia) dan Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia. Konferensi ini direncanakan akan dihadiri lebih dari 200 peserta yang berasal dari pemerintahan, Lembag Swadaya Masyarakat (LSM) lokal ataupun internasional, sektor swasta, professional, peneliti, akademisi dan masyarakat.

Dalam Konferensi terdapat lima panel yang akan menjadi topik utama yang dibagi dalam dua hari. Tiga panel pertama diadakan pada 21 November 2016 yaitu Sistem Perlindungan Anak (SPA) di Indonesia dalam rangka melindungi anak dari praktik-praktik kekerasan dan eksploitasi terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Perspektif Kebijakan dan Budget yang Responsif Anak di Indonesia dan Penerapan Prinsip Bisnis dan Hak Anak. Sedangkan dua sisa panel yang akan dilaksanakan pada 22 November 2016 adalah Implementasi pasca ratifikasi OPAC dan OPSC dan Model dan praktik-praktik baik dalam menangani masalah anak di Indonesia.   


Selain itu juga terdapat dua panel khusus yang terdiri dari Panel Akademis/Kajian Ilmiah dan Panel Anak. Panel Akademis/Kajian Ilmiah akan diselenggarakan parallel bersamaan dengan Panel ketiga dan/atau Panel keempat. SedangkanPanel Anak akan dilaksanakan secara bersamaan dengan Panel kelima dan menjadi bagian dari puncak penutup acara. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar